Mengganti BBM dan Elpiji dengan Kotoran Sapi (BIOGAS)

Diposting oleh wimas

(Semarang)- Krisis energi tengah melanda banyak negara di dunia. Lonjakan harga BBM dunia dan kemungkinan habisnya energi yang berasal dari fosil, menjadi ancaman serius bagi dunia. Pemberitaan pun cukup gencar dilakukan. Dan, tampaknya krisis energi ini mendorong banyak orang menjadi kreatif. Yang menarik, sebuah penemuan telah dilakukan di Desa Ringgit, Kecamatan Ngombol, Purworejo, Jawa Tengah.

Sulit sekaligus mahalnya minyak tanah dianggap menjadi bukti nyata. Masyarakat di pelosok desa juga mulai mengeluhkannya. Beralih ke gas elpiji, rasanya terlalu mahal untuk ukuran ekonomi mereka. Kembali menggunakan kayu bakar ternyata juga mahal.

Kondisi itulah yang kemudian mendorong Slamet Supriyadi (44) untuk memutar otak.

Dia hanyalah seorang petani asal Desa Ringgit, RT 03/RW 01, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo. Jangankan sarjana, lulus SD saja tidak. Tapi nyatanya otak Slamet cukup kreatif dan patut diapresiasi.

Dia membuat rangkaian teknologi yang bisa merubah telethong (kotoran) sapi menjadi api. Hasilnya berupa biogas yang kualitasnya tidak kalah dengan elpiji yang harganya semakin melangit. Hasil terapan teknologinya itu, selain mampu mengatasi krisis energi --setidaknya untuk rumah tangganya sendiri-- sisa kotoran sapi yang sudah berubah menjadi cairan juga tetap bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik.

Ditemui Suara Merdeka di rumahnya Selasa (8/7), Slamet mengungkapkan, usaha pembuatan biogas itu dirintis sejak tahun dua tahun lalu. ”Awalnya studi banding dulu ke Kulonprogo,” kata Slamet.

Untuk mengubah kotoran sapi menjadi biogas, teknologinya sangat sederhana. Yakni menimbun tlethong dalam jangka waktu tertentu sehingga berubah bentuk menjadi uap/gas. Sedang residu yang ditinggalkan berupa cairan akan menjadi pupuk. "Jadi manfaatnya ganda," katanya.

Teknik pengolahannya, lanjut Slamet, juga cukup sederhana. Hanya dibutuhkan satu ruangan yang agak luas untuk membuat ruangan dalam tanah (degester). Memanfaatkan sisa lahan berukuran sekitar 4 meter persegi, dibuatlah lubang sedalam sekitar satu meter. ”Agar lebih praktis, degester dibuat di dekat kandang sapi ini,” tutur Slamet sambil menunjukkan tempat yang dimaksud.

Kandang sapi diguyur air supaya mengalirkan telethong pada satu lubang yang telah disiapkan. Campuran tlethong dan air kemudian diaduk dan dimasukkan ke ruang degester utama dengan volume 4, 8 kubik. ”Dalam degester, tlethong campur air tadi akan berproses secara alamiah menjadi gas,” jelasnya.

Dari degester utama, gas dialirkan ke degester ke dua yang dibatasi dengan pintu. Dari degester ke dua, gas dialirkan melalui pipa paralon dan langsung bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Slamet mengingatkan, pada pintu degester kedua harus dibuatkan klep untuk membuang sisa gas yang tidak terpakai.

”Berapa gas yang tercipta kan tidak selalu digunakan, jadi sisanya harus dibuang. Kalau tidak, takutnya bisa meledak,” kata Slamet menambahkan semua bahan organik bisa menghasilkan gas metan dan bisa meledak.

Tekanan gas dalam pipa diukur menggunakan waterpass sederhana dari selang berisi air. ”Cara kerjanya seperti timbangan. Jika air dalam selang naik, berarti tekanan gas masih ada. Sebaliknya jika gas habis, air akan turun,” kata Slamet.

Hasil pembakaran menggunakan biogas tersebut ternyata sebanding dengan api dari gas elpiji.”Kotoran seekor sapi dalam sehari bisa menghasilkan gas untuk pengapian selama 2 jam lebih. Itu kalau ruang degesternya hanya 4,8 kubik seperti milik saya,” ujarnya.

Ditanya tentang yang dibutuhkan untuk membuat biogas tersebut, Slamet hanya tertawa ringan. ”Ibaratnya, jika dibanding membeli gas elpiji, dengan biogas ini untuk investasi selama dua tahun. Selanjutnya gratis,” ujar Slamet yang mengaku pembuatan struktur bangunan untuk membuat biogas tersebut memakan biaya hingga Rp 4,8 juta.

Rencananya, biogas hasil ujicoba tersebut akan dikembangkan secara luas bagi masyarakat sekitar. Bahkan se-Kabupaten Purworejo. ”Sementara bisa disalurkan untuk tetangga-tetangga dulu,” katanya. Ditambahkan, telethong yang menghasilkan gas itu juga akan menghasilkan ampas cair yang keluar secara otomatis melalui pipa pembuangan yang telah dibuat. ”Ini digunakan untuk memupuk tanaman. Kualitasnya tetap sama bagus daripada kotoran sapi yang masih asli,” ujar Slamet. (*/IOT-01)

0 komentar:

Posting Komentar